Lebih dari 20.000 orang berteriak histeris, “Allahu akbar, allahumma
shalli ala Muhammad, Habib Syech, Habib Syech….” Itu saya saksikan hari
Rabu, 25 Desember 2013, pukul 20.30 WIB, di Pondok Pesantren Asrama
Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, yang diasuh oleh kiai muda,
Kiai Yusuf Chudhori.
Teriakan
massa itu menggemuruh saat Habib Syech naik panggung untuk memimpin
pembacaan salawat. Sudah beberapa kali saya ikut dalam “Majlis Shalawat”
yang dipimpin oleh Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf. Karena selalu
duduk berdampingan dengan Habib Syech, saya bisa memahami dan berempati
(turut merasakan) apa pesan moral dan bagaimana gejolak psikologis massa
yang histeris di majelis itu. Majelis salawat yang dipimpin oleh Habib
Syech muncul beberapa tahun terakhir.
Mulamula di Jawa Tengah
dan Daerah IstimewaYogyakarta, kemudian merambah ke seluruh Jawa.
Massanya berjumlah puluhan ribu, datang sendiri dari berbagai penjuru
tanpa diundang. Begitu mendapat informasi majelis salawat Habib Syech
akan hadir di suatu tempat, massa itu pun spontan hadir. Di sana mereka
sangat antusias mengumandangkan salawat, puji-pujian, dan doa kepada
Nabi Muhammad SAW. Acara ini diselenggarakan rutin hampir sepanjang
tahun, tidak terbatas pada hari-hari besar Islam seperti peringatan
Maulid Nabi, Isra Mikraj, atau Syawalan.
Acara yang biasa
dimulai pukul 20.00 malam itu biasanya sudah dipadati pengunjung sejak
menjelang magrib. Mereka membawa bekal makan dan peralatan sendiri,
termasuk umbul-umbul dan bendera majelis taklim, organisasi-organisasi
pemuda Islam atau pemuda masjid, ibuibu pengajian, Ansor, Muslimat NU,
Fatayat NU, pesantrenpesantren, dan umbul-umbul Syechermania.
Syechermania? Ya, Syechermania. Para penggemar majelis salawat yang
dipimpin oleh Habib Syech ini menyebut diri mereka sebagai Syechermania
yang berarti penggemar berat Habib Syech.
Syechermania ini
selalu memburu dan hadir bergelombang ke mana saja Habib Syech manggung.
Merekamengorganisiratau mengurus akomodasi sendiri. Kita bisa melihat
juga betapa memasyarakatnya majelis salawat Habib Syech dari dunia maya.
Melalui youtube, misalnya, kita bisa unduh video-video saat Habib Syech
tampil bersalawat, lengkapdengangambar-gambar jamaah yang sangat
khusyuk serta alunan salawatnya dalam berbagai irama lagu. Dua hari
sebelum acara di Tegalrejo Magelang itu, misalnya, akun Twitter saya
sudah dibanjiri mention tentang berita kehadiran saya dan Menakertrans
Muhaimin Iskandar ke majelis Habib Syech itu.
Majelis salawat
Habib Syech merupakan alternatif hiburan “halal” yang bernilai rohaniah
karena kedatangan jamaah ke sana bukan hanya untuk berhura- hura, tetapi
sekaligus untuk mengisi dan menyetrum ulang kepekaan rohani atau rasa
keagamaan. Merekayangdatang ke sana bisa mendapat kegembiraan dan
ketenangan hati, bukan sekadar menyanyi dan berjingkrak-jingkak tak
karuan seperti yang sering terlihat dalam pertunjukan musik atau
orkes-orkes biasa.
Majelis salawat Habib Syech merupakan
alternatif yang lebih sehat terhadap pola-pola pertunjukan yang berbasis
pada budaya pop yang banyak dihegemoni oleh kekeringan jiwa. Pada
pertunjukan musik umum sering terjadi kerusuhan karena pengunjungnya ada
yang mabuk. Ada yang dengan mata liar saling dorong berebutan untuk
berjoget dengan cewek yang juga hadir dengan pakaian seadanya dan norak.
Ada yang berteriak-teriak ingin meraih tangan artis yang menyanyi
dengan lagu merangsang dan berpakaian seksi.
Pada pertunjukan
yang seperti ini polisi sering dibuat sibuk untuk mengamankan keadaan.
Namun, dalam majelis salawat Habib Syech ini jamaahnya sungguh tertib.
Mata-mata mereka tampak tulus, wajahnya sejuk, penuh harap dalam doa
yang khusyuk. Mereka ikut membaca salawat-salawat yang isi dan iramanya
dipimpin langsung oleh Habib Syech selama tak kurang dari tiga jam.
Ketika salawat dilantunkan dengan gembira mereka pun bersalawat dengan
irama gembira sambil tersenyum-senyum. Saat salawat dilantunkan dengan
sendu dan haru mereka pun banyak yang bersalawat sambil menangis
tersedu-sedu.
Saat salawat dilantunkan dengan irama mars
perjuangan yang penuh semangat, mereka pun bersalawat dengan gelora
perjuangan untuk menebar kebaikan. Tak terlibat kesibukan polisi yang
turun untuk menertibkan sebab hanya dengan suara lembut Habib Syech dari
atas panggung semua jamaah menjadi tenang dan tertib. Kalau Habib Syech
meminta mereka duduk, maka mereka duduk; kalau Habih Syech meminta
mereka berdiri, mereka pun berdiri. Di dalam bacaan salawat yang panjang
Habib Syech selalu menyelipkan nasihatnasihat agar jamaahnya mengikuti
tuntunan Rasul, yakni berakhlak sebagai umat dan sebagai bangsa
Indonesia.
Salawat-salawat dilantunkannya secara dinamis. Malam
itu Muhaimin Iskandar yang duduk di antara Habib Syech dan saya juga
tampak khusyuk dan bersemangat ikut melafalkan berbagai salawat yang
tampak sangat dihafalnya. Saya sangat suka pada salawat Shalaatun
bisalamil mubien, Ya Hanana, Ya Sayyidi, Padhang Wulan, dan Burdah-nya
al Bushiri.
Menariknya, lantunan salawat yang panjang itu oleh
Habib Syech diakhiri dengan lagu Indonenesia Rayayang dinyanyikan oleh
puluhan ribu orang yang hadir dalam keadaan berdiri. Indonesia berjaya
menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dengan salawat. Makanya,
kata Kiai Yusuf Chudhori, “Agar menjadi negara aman, adil, dan makmur
maka Indonesia harus bersalawat.”
(Oleh Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U, Guru Besar Hukum Konstitusi)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar